Thanks Mimin & Momod ini HT ane yang ke empat
Quote:[/url]
Thanks buat cendolnya agan2 semua
Quote:
Jadi gini gan, semalem ane lagi iseng2 aja browsing di inet, niatnya sih liat2 video tutorial yang berhubungan dengan kerjaan ane,eh ga sengaja nemu video tentang Sinematek Indonesia. Ane langsung nyimak tuh video sampe abis gan, walaupun ane bukan pemerhati film nasional...karena baru tau klo ternyata itu gudang film/ tempat pengarsipan film nasional. Jadi langsung aja deh ane cari2 info tentang ni tempat, karena agak prihatin juga ni ma tempat...hampir sama nasibnya kaya studio rekaman Lokananta,Solo. Jadi ane sekalian bikin thread juga gan semoga bisa bermanfaat. Siapa tau aja agan2/wati ada yang berniat untuk donasi atau ada lembaga/perusahaan yang berminat menyalurkan program CSR (Corporate Sosial Responsibilty) nya ke tempat ini
Quote:
(sinematekindonesia.com)
Quote:
Terletak di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan tepatnya di Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI), di situlah Sinematek Indonesia (SI) bertempat.
Jika dilihat dari nama gedungnya, terdengar gedung itu penuh dengan segala hal yang berbau film. Namun kenyataannya, tidak. Sinematek hanya sebagian kecil saja dari gedung itu, bagian lainnya, sudah disewakan ke pihak lain untuk dijadikan perkantoran.
Sinematek Indonesia adalah pusat penyimpanan arsip film atau yang biasa disebut ‘kuburan film’. Sinematek dikelola oleh Yayasan Usmar Ismail, Usmar Ismail adalah pemilik lokasi ini sejak 1977. Kantor Sinematek berada di lantai empat, sedangkan perpustakaan film dan sejarahnya terletak di lantai lima dan tempat penyimpanannya seluas 100-m² terletak di bawah tanah.
Hingga kini, gedung yang tampak jelas seperti bangunan lama itu memiliki sekitar 3000 film di dalam arsipnya, kebanyakan film Indonesia, dan ada pula beberapa dokumenter asing. Sinematek juga menyimpan lebih dari 15.000 karya referensi, termasuk kliping koran, naskah drama, buku dan sebagainya. Ada pula poster film dan peralatan film.
Pusat arsip ini didirikan oleh Misbach Yusa Biran, sutradara film yang beralih membuat film dokumenter, dan Asrul Sani, seorang penulis naskah, pada tanggal 20 Oktober 1975. Biran sebelumnya mendirikan pusat dokumentasi di Institut Kesenian Jakarta pada akhir 1970 setelah mengetahui banyak film Indonesia yang hilang dari peredaran dan tidak adanya dokumentasi sinema dalam negeri.
Proyek ini disambut hangat oleh Gubernur Jakarta Ali Sadikin yang membantu Sinematek menerima dana dari Kementerian Penerangan. Ini adalah arsip film pertama di Asia Tenggara dan satu-satunya di Indonesia. Sebagian koleksinya adalah hasil sumbangan dan sebagian lagi dibeli, entah langsung dari produsernya atau pemilik teater. Sinematek bergabung dengan Federasi Arsip Film Internasional (Fédération Internationale des Archives du Film, atau FIAF) pada tahun 1977.
Sinematek menjadi bagian dari Yayasan Usmar Ismail pada tahun 1995. Tahun 2001, pemerintah pusat melarang semua organisasi nirlaba, termasuk arsip, menerima dana dari pemerintah, dana dari luar negeri juga distop. Keputusan ini membuat lembaga swasta non-profit ini kekurangan dana dan keanggotaannya di FIAF terancam. Arsip ini hanya mendapatkan 17 juta setiap bulannya dari Yayasan Pusat Film dan Dewan Film Nasional. Operasi di pusat ini melambat sampai-sampai Biran menyebut Sinematek mengalami koma.
Pada 2012, Sinematek terus kekurangan dana. Dari Rp 320 juta yang dibutuhkan untuk mengoperasikan arsip secara efisien, penerimaan per bulannya hanya Rp 48 juta, untuk gaji karyawan habis Rp.26,5 juta, dan sisanya digunakan untuk biaya operasional. Pekerjanya digaji kurang dari 1 juta per bulan. Akibatnya, pengelolaan arsip tidak selesai. Ruang penyimpanan di bawah tanah memiliki penerangan yang tidak layak dan sejumlah tempat di sana sudah berlumut. Beruntung, pengendalian suhu dan kelembapan udaranya masih bagus. Meski pemerintah Indonesia menganggarkan dana untuk membangun gedung baru, para pekerja arsip yakin usaha itu sia-sia kecuali dana untuk pengelolaannya juga disediakan.
Sinematek saat ini memiliki beberapa ruangan yang menjadi tempat untuk menaruh barang -barang dan film-film dahulu yang disimpan untuk menjadi arsip. Ruangan tersebut terdiri dari:
Spoiler for Ruang Pengelolaan :
Quote:Di ruang pengelolaan, terdapat beberapa koleksi kamera-kamera lampau yang dipakai untuk membuat film pada jamannya. Lalu, terdapat juga koleksi ribuan film dahulu hingga saat ini yang sudah dikonvergensikan dari gulungan film hitam menjadi digital. Film tersebut diletakkan di sebuah komputer dan dapat digunakan oleh pengunjung yang ingin menonton film-film lama yang sudah langka dan tidak diproduksi kembali.
Spoiler for Ruang Perpustakaan :
Quote:Di ruangan ini pengunjung diberikan gambaran biskop-biskop tua yang ada di Indonesia. Ada pula grafik produksi film Indonesia mulai tahun 1926 sampai dengan 2007. Perpustakaan menyimpan ribuan buku, novel, dan naskah film jaman dahulu hingga saat ini dan sinetron-sinetron Indonesia. “Biasanya buku-buku disini juga dipakai oleh para sutradara yang ingin membuat film dahulu yang akan diproduksi kembali. Kadang juga ada aktor yang mempelajari karakter tokoh yang harus mereka dalami perannya,”.
Tidak hanya pengunjung dalam negeri, tetapi pengunjung juga berasal dari luar negeri. Buku yang disajikan di perpustakaan ini tidak hanya buku untuk aktor dan sutradara saja namun, tempat ini juga menyediakan buku untuk make up karakter, kameraman, dan kru belakang layar. Selain buku, novel, dan naskah perpustakaan sinematek juga menyimpan biografi para artis yang terkenal pada jamannya, seperti, Rhoma Irama, Meriam Belina, dan artis legendaris lainya. Tak ketinggalan, koleksi poster dan penghargaan pun ikut terpampang. Kondisi di ruangan ini cukup tertata rapi. Namun, tak sedikit pula buku atau arsip arsip yang sudah kusam dan tidak dapat diselamatkan.
Jika menilik perpustakaan Sinematek yang tampak sedikit lusuh saja dapat mengundang rasa prihatin, menengok gudang arsip Sinematek akan lebih terasa menyayat hati. Bagaimana tidak, koleksi film nasional yang sarat sejarah dan nilai budaya nyaris menjadi onggokan benda tua yang nyaris terabaikan.
Spoiler for Ruang Misbach Yusa Biran :
Quote:Ruang mini teater Sinematek Indonesia, kapasitas 30 orang, dengan dukungan perangkat berupa sebuah layar berukuran 318 cm x 183 cm, seperangkat speaker dan alat pemutar Wide Multiverse Projector.
Seluruh perangkat Ini adalah bagian dari Corporate Sosial Responsibilty (CSR) dari Cinema 21.
Spoiler for Gudang Film :
Quote:Gudang ini menyimpan gulungan film dalam kaleng dan plastic dengan suhu 9 derajat hingga 12 derajat celcius dan memiliki kelembaban 45 % hingga 65 %. , agar film tidak rusak dan berjamur.
Bukan hanya disimpan begitu saja, setiap 3 bulan sekali film-film tersebut direwind kembali agar tidak blocking. Karena effeknya kalau sampai terkena gambar maka film tersebut tidak dapat digunakan lagi
Spoiler for Ruang Perawatan Film :
Quote:Ruang perawatan film, digunakan untuk membersihkan gulungan film yang sudah mulai rusak atau kotor.Proses perawatan dan pembersihan film cukup panjang. dimulai dari pengecekan durasi,kondisi gambar, tingkat keasaman roll film tersebut. Setelah itu film pembersihan roll film itu dilihat dari debu, minyak, keseimbangan warna pada film serta sisa-sisa kimia yang terdapat di roll film.
Setiap pembersihan film masih menggunakan alat- alat manual. Walaupun mesin pembersih sudah disediakan. Agar mencegah gulungan roll film agar tidak blocking. Dan dibersihkan dengan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya, seperti larutan TCE.
Di ruang yang sama, terdapat alat editing film secara manual. Aroma yang muncul di ruangan ini sangat menyengat karena bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan gulungan film.Selain karena aroma menyengat cairan kimia dan udara yang pengap, tata ruang yang padat juga menjadikannya tempat yang jauh dari kesan memadai.
Spoiler for Ruang Arsip Poster Film :
Quote:Ruang itu hanya seluas 4 x 7 meter. Di dalamnya hanya ada dua buah lampu dan rak-rak berisikan poster film berlapis plastik. Padahal, di sinilah harta karun perfilman Indonesia berada.Terdapat ribuan poster yang tak dipajang. Beberapa di antaranya poster tua dan terkenal ada yang dibingkaikan di sekitar ruangan. Meski ada perawatan berkala, masih terlihat debu bertebaran.
Lembaran arsip yang berjumlah ribuan itu dibiarkan menumpuk begitu saja di rak-rak alumuniun dan kardus-kardus usang. Beberapa bahkan dibiarkan tercecer di lantai. Hal tersebut sangat disayangkan karena sebagian besar dari poster tersebut sudah tidak ada lagi duplikatnya. Jika kita jeli, poster dari film yang sudah sangat tua dan kurang terkenalpun masih disimpan di sela-sela tumpukan itu.
Ruangan ini sudah berusia 16 tahun. Pencahayaan ruangan memang sengaja dibuat remang-remang. Pasalnya, kelembaban bakal berpengaruh terhadap kualitas kertas.
Di dalam ruangan itu juga terdapat berbagai macam poster film dari berbagai ukuran dan genre. Seperti window sheet yakni yang ditempel di kaca bioskop. Kedua, poster one sheet yang berarti poster yang ditempel di dinding bioskop.
Ketiga, programa yakni poster kecil seukuran kertas A4 dan digantung laiknya map gantung. Keempat, negatif film. Terakhir, pemberitaan di media massa mengenai poster film.
Untungnya, sudah ada 3.500 poster film yang sudah discan atau digitalisasi. Serta disimpan ke dalam data komputer Sinematek.
Sinematek Indonesia Sudah Miliki Mesin Alih Media
Quote:Kini mesin hasil bantuan luar negeri (ford foundation), buatan Prancis/ Swiss (RTI D-Observer) sudah di set dilantai 5. Dengan tersebut dan dibantu tenaga ahli konsultan dari Australia, diharapkan pada bulan berikutnya sinematek indonesia sudah mampu melakukan alih media seleloid ke digital secara mandiri.
Saat ini tempat penyimpanan film di SI, terdapat 700 judul film 35m. Tahun 2013 lalu Kemendikbud telah membantu alih media untuk 29 judul film. Alih media yang dimaksud adalah menjadikan film-film seluloid ke dalam bentuk digital. Proyek digitalisasi 29 film ini sendiri menghabiskan biaya sebesar Rp 3 miliar. Padahal dengan memiliki mesin sendiri pada saat ini, untuk mendigitalitasi satu judul film hanya dibutuhkan anggaran sebesar Rp.10 juta.
Di sisi lain, kalangan insan film juga tidak peduli dengan kondisi SI. Banyak produser yang memberikan filmnya ke SI hanya sekedar untuk titip simpan, supaya filmnya terawat dengan baik. Mereka tidak pernah tahu bagaimana film-film bisa tetap utuh, meski jaman terus berganti.
Kadang ada produser yang datang lagi ke SI untuk meminjam filmnya yang dititipkan, karena motivasi keuntungan. Banyak yang datang meminjam film mereka untuk didigitalisasi, karena dengan format digital itu bisa dijual ke televisi atau perusahaan rekaman video.
Bukankah di negara-negara maju upaya pendokumentasian adalah sesuatu yang dipandang penting dan
selalu ada dalam skala prioritas perhatian? Betapa abainya pemerintah Indonesia terhadap pentingnya
pusat pendokumentasian dan pengarsipan film. Tidak hanya dari sudut pemerintah, pentingnya
memelihara film juga kurang diperhatikan oleh pekerja film itu sendiri, akibatnya karya cipta anak
negeri cenderung menunjukkan dengan jelas adanya orientasi yang bias dari para penggiat sinema
Indonesia.
Potret buram pengarsipan film nasional menjadi begitu kontras dengan gegap gempita industri perfilman komersial masa kini. Padahal, salah satu langkah untuk memajukan industri di sektor film adalah dengan pengadaan sistem pengarsipan yang madani.
Arsip adalah bagian dari rekam jejak sejarah. Jika perfilman masa kini adalah ujung tombak dari industri, maka arsip ibarat pengasahnya. Pelaku industri film dan sineas masa kini cenderung hanya memperhitungkan sisi komersial dan bagaimana meraup keuntungan sebesar-besarnya. Hanya sebagian dari mereka yang mau menilik sejarah sebagai acuan untuk lebih maju.
Mengutip sekali lagi dari pernyataan Wamendikbud Wiendu Nuryati, “Film boleh datang dan pergi, tapi arsip [film] tidak boleh mati.” (Wike D. Herlinda)
Spoiler for Tanggapan Dari Kaskuser:
Quote:Original Posted By ergee ►
koreksi dong,
mesin alih media atau digitalisai bukan milik Sinematek, tapi Id Film Center yang bekerjasama dengan Sinematek untuk mendigitalisai arsip mereka, yang mendapat kucuran dana dan mengerjakannya adalah Id Film Center bukan Sinematek.
dan yang mengerjakan bukan tenaga ahli dari australia loh, tapi murni orang Indonesia yang salah satunya bekas pekerja sinematek sendiri yang dipekerjakan kembali oleh Id Film Center.
gak tau sih dapet sumber info dari mana masalah detail mesin yang dipakai dan budget yang diajukan sebesar 10jt, itu hasil pengajuan Orlow Seunke (kepala Id Film Center) tapi dari semua sumber yang dicantumkan sama sekali tidak ada yang membahas mesin alih media ini, jadi kemungkinan besar yang mengetahuinya adalah penulis thread ini, coba tolong dikoreksi jangan sampai menenggelamkan nama satu pihak demi kepentingan pihak yang lainnya.
Quote:Original Posted By taveshala ►
Bias yang baik,
Terima kasih atas balasannya.
Saya bekerja pada Yayasan Pusat Film Indonesia. Saya bisa memastikan bahwa mesin alih media yang ada di lantai 5 Gedung Usmar Usmail bukan milik Sinematek Indonesia. Kami bermaksud melestarikan film-film Indonesia, saat ini dengan jalan memindai film-film 35mm/16mm sebelum benar-benar hancur. Pekerjaan kami pertama-tama adalah menyelamatkan koleksi Sinematek Indonesia, dengan dukungan dana dari Ford Foundation dan salah sorang pengusaha Indonesia.
Saya mengerti, Bias mengambil informasi dari artikel di FilmPlus. Namun ada baiknya Bias sendiri meluruskan informasi yang tercantum di thread Kaskus:
1. Mesin alih media dimiliki oleh Yayasan Pusat Film Indonesia (http://idfilmcenter.org). Organisasi tersebut bersifat non-profit dan bertujuan melestarikan film-film Indonesia, bukan saja koleksi Sinematek, namun juga film-film Indonesia lainnya khususnya dokumenter.
2. Dalam prosesnya kami tidak mendapat bantuan tenaga ahli dari Australia, tapi dari seorang pegiat restorasi film dari Swiss.
Demikian informasi yang bisa saya sampaikan.
Salam,
Kiki
pertamax gan
Quote:Original Posted By ayusup9999 ►
pertamax gan selamat gan
itu kuburan pilem, kalau digali lagi masih bisa dipakai kan gan
pertamax gan selamat gan
itu kuburan pilem, kalau digali lagi masih bisa dipakai kan gan
kirain film tentang kuburan gan
wkwkwk gw kira kuburan gan
btw thx for infonya
btw thx for infonya
ini bisa dijadikan semacam museum,,, bukan gudang kayak gitu,, tapi yang biayai semuanya sapa ya ?
nice info gan
Mantap musiumnya kapan kapan mampir ah
kerennn ane tertarik banget kalo tentang tempat yang punya unsur2 bersejarahnya
mudah2an tempat seperti ini dipertahankan terus
mudah2an tempat seperti ini dipertahankan terus
Ane kira kuburan buat film horror ternyata tempat penyimpanan arsip film
Nice info
Nice info
wooahh vintage banget gan..demen nih ane
oh kuburan museum film ye, kirain film tentang setan atou jombie yg di kuburan
wah ane pasti lewat sini tiap hari gan,
jadi penasaran pengen masuk
nice inpoh gan
jadi penasaran pengen masuk
nice inpoh gan
jadi HT nih gan selamat yah
wah ada ya kuburan film gan ternyata
sekarang keknya banyak jg film kuburan
sekarang keknya banyak jg film kuburan
istilahnya kuburan film
padahal penyimpanan arsip film
padahal penyimpanan arsip film
wah pasti menyimpan film2 lawas juga nieh..
klo film sally marcelina dll masih disimpan juga ngga ya..
klo film sally marcelina dll masih disimpan juga ngga ya..
Ada film warkop dki gak tuh gan
ruang bioskopnya minimalis ya gan, cuma muat 30 orang
kirain ane kuburan yang di film-film FTV yang cuman ada nisan nya doang ternyatam lebih ke museum.
Via: Kaskus.co.id
Tag :
The Lounge