Kisah Tentang Sosok Bapak Filsafat Islam ( Al - Kindi ) |
Al-Kindi berasal dari keluarga bangsawan Irak, tepatnya dari suku bangsa Kindah yang berasal dari Yaman. Ia dilahirkan pada tahun 801 Masehi di Kufah ( salah satu kota di wilayah Irak pada masa lampau ) dengan nama lengkap Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq Al-Kindi. Kaum ilmuwan Barat menanggilnya dengan nama Al-Kindus. Ayah Al-Kindi adalah bangsawan yang menjabat sebagai gubernur di Kufah di masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Al-Kindi hidup di sepanjang era pemerintahan dinasti ini sejak masa kempimpinan Khalifah Al-Amin ( 809-813 M ), Al-Ma'mum ( 813 - 833 M ), Al-Mu'tashim ( 833 - 842 M ), Al-Watsiq ( 842 - 847 M ), hingga Al-Mutawakkil ( 847 - 861 M ).
Kekaguman Al-Kindi terhadap karya - karya Yunani Kuno memang sangat besar. Ia terutama sangat mengagumi pemikiran Aristoteles yang telah banyak memengaruhi pemikiran Al-Kindi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia memang seorang ilmuwan serba bisa dan multitalenta di mana pemikirannya melintas batas berbagai cabang keilmuwan. Al-Kindi telah mempelajari, melakukan riset, dan menghasilkan karya dari seluruh cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di masa hidupnya.
Dari seabrek jenis ilmu yang telah dipelajarinya, Al-Kindi menempatkan Matematika di posisi khusus. Baginya, Matematika adalah pintu gerbang bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu filsafat, Bapak moyangnya ilmu pengetahuan. Al-Kindi menganggap Matematika terlebih dulu. Ilmu Matematika yang dipelajari oleh Al-Kindi meliputi ilmu bilangan, harmoni, geometri dan astronomi. Secara khusus, Al-Kindi mengedepankan ilmu bilangan karena menurutnya, apabila bilangan tidak ada maka apa pun juga tidak akan ada.
Di ranah ilmu psikologi dan etika, Al-Kindi merumuskan daya jiwa manusia menjadi tiga hal pokok, yaitu daya bernafsu (appetitive ), daya pemarah ( irascible ), dan daya berpikir ( cognitive atau rational ). Di sini, Al-Kindi terinspirasi pemikiran Plato dengan menyatakan bahwa jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka daya bernafsu dan daya pemarah akan dapat dikendalikan. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan - dorongan nafsu birahi dan amarah, Kata Al-Kindi, mereka seperti anjing dan babi. Al-Kindi melanjutkan sedangkan bagi yang menempatkan akal budi sebagai hal yang paling utama, mereka bisa disamakan seperti raja.
Sebagai seorang pemikir, Al-Kindi tentunya juga mempunyai pemikiran mendalam mengenai Ilmu filsafat. Al-Kindi berpendapat bahwa fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu, atau untuk menuntut keunggulan dan persamaan dengan wahyu. Filsafat bagi Al-Kindi harus ikhlas, tidak boleh mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menunju kebenaran. Bahkan, Al-Kindi menegaskan bahwa filsafat harus mau merendahkan dirinya sebagai penunjang bagi wahyu.
Sedangkan pengertian filsafat menurut Al-Kindi adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang bisa dijangkau oleh pengetahuan manusia. Oleh sebab itu, Al-Kindi selalu menegaskan bahwa filsafat memiliki keterbatasan. Seorang filsuf, Al-Kindi mencontohkan dirinya tidak akan dapat mencapai hal - hal yang tak terjangkau lainnya. Berbeda dengan para pemikir Europa yang lebih mengedepankan logika, Al-Kindi justru menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu, bahwa penciptaan dan kehancuran dunia ini semata - mata ditentukan oleh ketentuan Tuhan.
Al-Kindi telah menghasilkan ratusan karya di sepanjang hidupnya. Ia mempunyai perpustakaan pribadi yang sangat luas, bernama Al-Kindiyah, sebagai tempat untuk menyimpan koleksi kitab, buku, manuskrip, naskah - naskah lama, dan bermacam - macam literatur lainnya dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Sayang, karya - karya Al-Kindi sempat hilang dari pantauan, hanya segelintir karya terjemahannya saja yang berhasil dilacak dan ditemukan. Pada tahun 873 M, Al-Kindi meninggal dunia, namun peran sentralnya sebagai ilmuwan Islam yang paling membanggakan tidak akan lapuk digerus zaman.
Tag :
Info Penting,
Perintis Dunia